Analisis Cerpen Rasa Karya Putu Wijaya

Analisis Unsur Intrinsik  Cerpen "Rasa" Karya Putu Wijaya

A.   Biografi Putu Wijaya

Description: i-gusti-ngurah-putu-wijaya.jpg

}  I Gusti Ngurah Putu Wijaya adalah seorang sastrawan yang dikenal serba bisa. Ia adalah seorang pelukis, penulis drama, cerpen, esai, novel, skenario film, dan sinetron.

}  Lahir           : 11 April 1944 (73 tahun), Kabupaten Tabanan .

}  Pasangan    : Dewi Pramowati (m. 1985).

}  Film            : Serdadu Kumbang, Kembang Kertas, Perawan Desa, LAINNYA .

}  Penghargaan         : Piala Citra untuk Penulis Skenario Terbaik, LAINNYA .

}  Anak           : I Gusti Ngurah Taksu Wijaya .

 

B.   Ringkasan Cerpen Rasa

Memandangi koran, melahap foto doktor termuda Indonesia I Gusti Ayu Diah Werdhi Srikandi WS, 27 tahun, mataku tidak berkedip. "Cantik, badannya bagus, senyumnya mempesona," gumanku memuji. "Kalau aku masih muda, aku akan datang kepadamu dan langsung melamar." Ami yang sejak tadi di belakangku nyeletuk, "Begitu ya? Bagaimana kalau ditolak?" Aku mengangguk. "Ditolak, diusir, bahkan diinjek-injek pun aku masih senang. Aku kagum di Indonesia ini masih ada perempuan yang belum kepala 3 sudah jadi doktor. Sudah jadi bintang di malam gelap bagi pelaut yang sesat. Gila!" Aku menunggu reaksi Ami. Tapi Ami diam saja. Ia mengambil koran dari tanganku. "Seorang wanita adalah sebuah cahaya," kataku selanjutnya menggembungkan pujian, "Hanya cahaya yang bisa membuat negeri ini bangkit dari kegelapan. Begitulah arti kehadiran perempuan. Jadi bukan hanya memikirkan mobil, rumah mewah dan duit untuk berfoya-foya, tetapi membangun negeri. Mengembalikan kembali greget para pemimpin negara yang sudah bangkrut moralnya seperti sekarang. Jadi banggalah menjadi perempuan, Ami!" Tak ada jawaban. Waktu kutoleh ternyata Ami sudah masuk ke dalam kamar.

C.   Unsur Intrinsik Cerpen Rasa

1)    Tema

Tema yang diangkat oleh penulis dalam cerpen "Rasa" adalah tentang feminisme atau seputar wanita. Hal itu dapat dilihat dari keseluruhan cerita yang membahas seputar wanita. Pada bagian awal penulis menyampaikan pendapat melalui tokoh Aku tentang wanita ideal. "Memendangi koran, melahap foto doktor termuda Indonesia I Gusti Ayu Diah Werdhi Srikandi WS, 27 tahun, mataku tidak berkedip. "Cantik, badannya bagus, senyumnya mempesona," gumanku memuji. "Kalau aku masih muda, aku akan datang kepadamu dan langsung melamar."

2)    Tokoh  & Penokohan

·        Aku/Ayah Ami/Pak Amat

Tokoh Aku berwatak egois dan keras kepala. Hal itu tergambar dalam perilakunya sebagai berikut.

"Anakmu selalu begitu!" protesku kemudian kepada ibunya.
"Habis Bapak sih tidak punya perasaan!"
"Tidak punya perasaan bagaimana?"
"Masak memuji perempuan di depan anak perempuan satu-satunya?"
"Lho kenapa? Apa salahnya? Ami sudah besar. Dia harus bisa menerima kenyataan!"

·        Istri/Ibu

Istri atau Ibu dalam cerpen "Rasa" digambarkan sebagai sebagai istri yang cerewet. Seperti yang tergambar dalam kutipan berikut.
"Kok Ami belum pulang, Bu?"
"Ya kan belajar di rumah temannya!"
"Tapi ini sudah malam."
"Ya nggak apa, Ami sudah bawa salin."
"O ya? Menginap di ruman teman?"
"Memang."
"Kenapa?"
Istriku membentak. "Ya, belajar!"
Aku sudah biasa dibentak istri. Jadi tidak kaget. Tapi hanya Tuhan yang tahu, bagaimana perasaan seorang bapak kalau anak perawannya larut malam belum pulang.

·        Ami

Ami dalam cerpen "Rasa" digambarkan sebagai sosok anak yang penurut dan mengerti perasaan ibunya. Ia juga digambarkan sebagai sosok yang ceria dan penyayang terutama kepada ayah dan ibunya. Hal itu tergambar dalam kutipan berikut.
Ami terkejut. Matanya langsung berkaca-kaca seperti mau menangis. Aku jadi iri. Aku yakin mata itu tak akan mengucurkan air kalau yang sakit itu bapaknya. Tapi sudahlah. Biar saja. Itu memang nasib seorang bapak.

·        I Gusti Ayu Diah Weradhi

Tokoh ini digambarkan penulis sebagai wanita cerdas yang berhasil meraih gelar doktor pada usia muda.

·        Pak Iskan

Pak Iskan digambarkan sebagai sosok yang bijaksana. Hal itu dapat dilihat pada kutipan berikut.
"Siapa yang sakit Pak Amat?" sapa tukang warung. Aku terpaksa singgah sambil curhat.
"Pak Iskan, situ juga punya anak gadis kan?"
"Betul Pak, tapi anak saya putus sekolahnya di SMA. Putri Bapak saya dengar sudah hampir lulus sarjana?"
"Ya. Tapi kelakuannya makin kekanak-kanakan. Masak bapaknya memuji perempuan cantik dia tersinggung. Apa hubungannya?!"
Tukang warung itu, ketawa.
"Kok pakai memuji orang lain, putri Pak Amat kan cantik dan pintarnya bukan main?"

·        Rani

Rani adalah teman Ami yang juga digambarkan sebagai gadis yang ceria dan seorang sahabat yang baik. Hal itu tergambar pada kutipan berikut ini.
"Kamu?"
"Saya kembali ke rumah Rani, sebab dia sudah menunggu. Itu dia!"
Ami menunjuk ke belakang. Aku terkejut. Rani di atas motor bebeknya ketawa sambil melambaikan tangannya di bawah bayang-bayang pohon. Perasaanku kacau. Aku malu.

3)    Latar

·        Latar tempat yang terdapat dalam cerpen "Rasa" karya Putu Wijaya adalah rumah, toko Pak Iskan, dapur, kamar Ami, rumah Rani, dan teras rumah.

·        Latar suasana yang tergambar dalam cerpen "Rasa" karya Putu Wijaya adalah suasana tidak nyaman. Hal itu terjadi ketika tokoh Aku sedang menebak-nebak dan kebingungan serta merasa bersalah. Selain itu pada akhir cerita terdapat suasana nyaman ketika akhirnya tokoh Aku menyadari betapa istrinya tersebut sangat mencintainya.

·        Latar waktu yang terdapat dalam cerpen "Rasa" karya Putu Wijaya adalah pagi dan malam. Terkutip "Baru surut esok paginya setelah Ami ternyata tidak nampak sarapan. Pintu kamarnya terkunci. Berarti ia bolos ke kampus." "Menjelang makan malam, ternyata Ami belum pulang. Aku mulai was-was." dan "Tapi hanya Tuhan yang tahu, bagaimana perasaan seorang bapak kalau anak perawannya larut malam belum pulang."

4)    Alur

Alur yang terdapat dalam cerpen "Rasa" karya Putu Wijaya adalah alur maju. Hal itu dapat dilihat dari keseluruhan jalan cerita yang bergerak dari permualaan, awal permasalahan, puncak permasalahan, penyelesaain permasalahan, dan penutup/koda.

·        Eksposisi (permulaan) : Memandangi koran, melahap foto doktor termuda Indonesia I Gusti Ayu Diah Werdhi Srikandi WS, 27 tahun, mataku tidak berkedip. "Cantik, badannya bagus, senyumnya mempesona," gumanku memuji. "Kalau aku masih muda, aku akan datang kepadamu dan langsung melamar." Ami yang sejak tadi di belakangku nyeletuk, "Begitu ya? Bagaimana kalau ditolak?" Aku mengangguk.

·        Komplikasi (awal permasalahan) : "Ditolak, diusir, bahkan diinjek-injek pun aku masih senang. Aku kagum di Indonesia ini masih ada perempuan yang belum kepala 3 sudah jadi doktor. Sudah jadi bintang di malam gelap bagi pelaut yang sesat. Gila!" Aku menunggu reaksi Ami. Tapi Ami diam saja. Ia mengambil koran dari tanganku. "Seorang wanita adalah sebuah cahaya," kataku selanjutnya menggembungkan pujian. Tak ada jawaban. Waktu kutoleh ternyata Ami sudah masuk ke dalam kamar. Sepanjang malam aku jengkel. Baru surut esok paginya setelah Ami ternyata tidak nampak sarapan. Pintu kamarnya terkunci. Berarti ia bolos ke kampus.

·        Klimaks (puncak permasalahan) : Aku tak percaya. Aku ketuk pintu kamar Ami, pura-pura menanyakan, apa dia perlu kuantar ke puskesmas. Tapi tidak ada jawaban. Ya, orang sakit atau hanya pura-pura sakit sama saja. Aku cepat pergi ke apotek dan membeli obat maag. Setelah beli tablet kunyah untuk maag, aku bergegas pulang. Ternyata pintu kamar Ami sudah terbuka. Hanya saja waktu aku masuk, kosong. Aku taruh obat maag itu di atas meja belajar Ami. Koran berisi foto doktor termuda itu tergeletak di atas buku-buku Ami. Seakan-akan sengaja dipamerkan untuk aku yang akan melihatnya. Langsung saja aku ungsikan, supaya jangan memicu persoalan lebih jauh. Menjelang makan malam, ternyata Ami belum pulang. Aku mulai was-was. Aku terhenyak. Satu jam aku mondar-mandir dikili-kili perasaan. Sudah jelas sekarang, Ami ke rumah temannya untuk melarikan perasaannya yang tersinggung.

·        Resolusi (penyelesaain permasalahan) : Aku sudah menyakiti dia. Dan penyesalan selalu terlambat. Aku jadi sebal, kenapa masih membiarkan diri alpa. Kenapa aku tidak peka. Aku tidak pernah lupa Ami bukan anak kecil lagi tapi perempuan dewasa. "Bapakmu ini sudah manula Ami. Bapak sudah kena biasan pendidikan kolonial, jadi kuno. Bapak minta maaf sebab bapak sudah menyinggung perasaanmu. Bukan maksud Bapak untuk menyindir. Sama sekali bukan. Seperti kata pepatah, burung terbang di langit dicari, burung di tangan dilepaskan. Kuman di seberang lautan nampak, gajah di pelupuk mata tidak kelihatan. Bapak minta maaf." Ami tertawa. "Salah alamat, Pak!" "Salah alamat bagaimana?" "Yang tersinggung itu bukan Ami, tapi ibu." "Ah?" "Ibu. Ibu yang menyuruh Ami jangan keluar kamar, jangan makan malam di meja makan dan pergi nginap belajar di rumah Rani." Aku terpesona."Jadi ibu kamu?" "Ya!" Aku bengong.

·        Koda (peutup) : Ami menunjuk ke rumah. Ternyata istriku, bukan tidur pulas seperti kukira, tapi dia menunggu di teras rumah. "Bapak harus bersyukur. Bapak punya seorang istri yang menyayangi Bapak seperti itu. Tapi ibu memang tidak suka menunjukkan perasaannya itu, karena dia terdidik untuk menyimpannya. Tidak seperti Ami dan perempuan-perempuan sekarang yang memang harus berani mengutarakan perasaan, karena zaman sudah berubah. Bapak pulang saja, sudah ditunggu." Seperti anak muda yang baru kali pertama mengunjungi rumah pacarnya, aku melangkah pulang. Kenapa begitu banyak rahasia yang luput kutahu. Tetapi justru karena tak pernah benar-benar tahu itulah aku jadi terus ingin tahu dan mengejarnya. Goblok banget kalau selama ini aku merasa sendirian. Itu di situ, bukan hanya rumahku, tapi istriku menunggu. Bagaimana aku tidak akan mencintainya.

5)    Sudut Pandang

Sudut pandang yang digunakan dalam cerpen "Rasa" karya Putu Wijaya adalah sudut pandang orang pertama pelaku utama. Yaitu Aku/ayah Ami, seperti pada salah satu kutipan "Kalau aku masih muda, aku akan datang kepadamu dan langsung melamar."

6)    Nilai/Amanah

Nilai/amanah yang dapat diambil dari cerpen "Rasa" karya Putu Wijaya adalah saling menghargai dan mengerti terutama dalam lingkup keluarga. Selain itu cerpen ini juga mengajak untuk menyayangi anggota keluarga dengan sepenuh hati.

7)    Kesimpulan

Kesimpulan dari cerpen rasa ialah mengajak kita untuk tidak berperilaku egois dan harus rukun dalam keluarga.

 

Nama Anggota :

1.     Luki Irawan

2.     Saerul Arif

3.     Vikri Dwi Putra

Kelas XII TKR 1

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Contact Form

Name

Email *

Message *